Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir menanggapi pernyataan ekonom yang menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tak akan balik modal sampai kiamat. Pernyataan itu sebelumnya diungkapkan ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, beberapa waktu lalu dalam diskusi virtual.
Erick Thohir melihat anggapan pengamat ekonomi ini tidak keliru. Namun, dia berpendapat, ada perbedaan pandangan soal suplai dan kebutuhan dari proyek sepur kilat antara ekonom dan pemerintah.
Menurut pemerintah, titik impas dari sebuah proyek infrastruktur memang tidak bisa dirasakan dalam jangka pendek. Meski demikian, sebuah negara membutuhkan pengembangan infrastruktur yang akan bermanfaat bagi lalu-lintas warganya pada masa mendatang.
“Konteksnya kalau infrastruktur memang lama, mungkin kita rasakan setelah kita meninggal. Yang merasakan pun anak- cucu kita,” ujar Erick dalam wawancara eksklusif Kick Andy yang ditayangkan di Metro TV, Ahad, 14 November 2021.
Proyek kereta Jakarta-Bandung digarap oleh BUMN bersama Cina melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC). Erick menyatakan sejak dia menjabat sebagai Menteri BUMN, proyek itu sudah berjalan 60 persen. Saat ini pemerintah berupaya menyelesaikan proyek tersebut agar dapat beroperasi secara komersial tepat waktu.
Erick berujar, dengan beroperasinya kereta cepat, kereta-kereta reguler yang ada saat ini dapat dialih-fungsikan sebagai kereta barang. “Karena kita tidak punya kereta barang. Makanya ongkos logistik kita mahal, tidak hanya di udara, di laut, dan jalanan.
Dia pun mengimbuhkan, melihat persoalan kereta cepat tak bisa hanya dari satu sisi. Manfaat kereta cepat, kata dia, harus dilihat dari berbagai sudut pandang dalam kaca mata ekosistem transportasi yang utuh.
Faisal Basri sebelumnya membuat skema perhitungan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di tengah membengkaknya nilai investasi. Berdasarkan perhitungan simulasi sederhana, Faisal mengatakan proyek ini baru bisa balik modal hingga 139 tahun.
“Kalau nilai investasi Rp 114 triliun, dengan kursi yang diisi 50 persen dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 250 ribu, kereta cepat baru balik modal 139 tahun kemudian,” ujar Faisal dalam webinar bersama Paramadina, Selasa, 2 November 2021.
Skema itu adalah perhitungan terburuk untuk operasional kereta cepat. Dengan nilai investasi yang sama, namun tingkat keterisian kursi lebih tinggi sebesar 60 persen, jumlah trip lebih banyak menjadi 35 perjalanan, dan harga tiket sedikit lebih mahal senilai Rp 350 ribu, Faisal mengatakan proyek itu akan boleh modal lebih cepat menjadi 83 tahun.
Skema lain, Faisal Basri menghitung jika kereta cepat diisi oleh penumpang sebanyak 80 persen dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 350 ribu. Pada kondisi ini, lama balik modal adalah 62 tahun.
Sedangkan untuk skenario paling optimistis, dengan nilai investasi yang sama namun tingkat keterisian mencapai 100 persen dan jumlah trip 39 kali sehari, modal proyek kereta cepat bisa kembali selama 33 tahun. Syaratnya, harga tiket harus ditetapkan sebesar Rp 400 ribu.
Simulasi optimistis lainnya, apabila kereta cepat yang bisa menampung 601 orang ini beroperasi mengangkut penumpang dengan kapasitas 100 persen sepanjang tahun dan jumlah rangkaian yang melayani perjalanan mencapai 36 kali dalam sehari, proyek tersebut dalam balik modal dalam waktu 45,6 tahun. Namun, harga tiket yang dipatok mesti Rp 300 ribu